Komisi II Minta Oknum KPU Main Politik Uang Dihukum Berat
Kalangan anggota Komisi II DPR meminta oknum-oknum penyelenggara Pemilu baik KPU maupun Bawaslu yang melakukan pelanggaran dengan main politik uang supaya ditindak tegas dan dihukum berat. Mereka mengharapkan agar dalam pilpres mendatang tidak ada lagi oknum-oknum KPU, Bawaslu, Panwaslu di daerah yang ikut bermain curang, sebagaimana pengalaman di pileg. Dengan demikian hasil pilpres bisa diterima semua pihak.
Hal itu mengemuka dalam rapat dengar pendapat (RDP) Komisi II DPR dengan KPU dan Bawaslu di gedung DPR, Senayan, Rabu (5/6). Dalam acara yang dipimpin Wakil Ketua Komisi II Arif Wibowo dari Fraksi PDI Perjuangan, diantaranya Murad U Nasir, Gamari Sutrisno, Malik Haramain dan Salim Mengga mengharapkan KPU dan Bawaslu memberi pembinaan kepada petugas di daerah akan kecurangan di pileg tidak terulang di pilpres.
Murad U Nasir dari FPG mempertanyakan apakah oknum yang sudah dipidana atau dipenjara ada pejabat atau hanya bawahan saja. Gamari Sutrisno dari FPKS mengharapkan pengalaman pileg bisa dijadikan pelajaran bagi KPU dan Bawaslu pada pilpres. Petugas penyelenggara pemilu di daerah-daerah harus diberikan pembinaan yang intensif agar perilaku oknum yang sangat tercela bisa dihindari. Mereka itulah adalah aktor yang sangat penting dalam menentukan pilpres yang berintegritas dan damai.
“ Saya minta atensi yang sangat serius agar mereka mengindahkan apa yang disampaikan KPU maupun Bawaslu. Fakta di lapangan aparat dibawah tidak sepenuhnya mematuhi,” jelas Gamari.
Dia juga menegaskan, harus ada upaya untuk melakukan agar tidak ada intervensi yang menghalalkan segala cara untuk memenangkan atau mendegradasi salah satu pasangan capres-cawapres. Kalangan masyarakat bahkan Presiden SBY yang menyampaikan kekhawatirannya cukup beralasan, sehingga bisa dicegah adanya intervensi kekuasaan. “ Apapun bisa dilakukan ketika kekuasaan ikut campur,” ujarnya lagi.
Malik Haramain dari FPKB menyampaikan hal senada, KPU dan Bawaslu Pusat hingga Kabupaten diakui lebih netral, tetapi di tingkat kecamatan hingga paling bawah ada oknum yang melakukan kecurangan secara masif. Dalam pilpres perlu ditekankan pengawasan penghitungan suara sehingga pelaksaan pilpres jauh lebih bagus, lebih demokratis jauh obyektif dan lebih adil sehingga legitimasi hasil pilpres lebih kuat.
“ Meskipun dalam deklarasi pasangan capres-cawapres siap kalah dan siap menang, tetapi KPU perlu mengantisipasi protes-protes yang akan mengganggu legitimasi pilpres,” tekannya.
Sementara Salim Mengga dari Fraksi Demokrat meminta oknum-oknum petugas yang main suap tidak cukup hanya diberhentikan atau dipecat. Mereka tidak takut sebab telah menerima uang ratusan juta, karena itu hukuman atau sanksinya harus diperberat.
“ Tindakan mereka itu sudah merupakan penipuan, sudah masuk ranah pidana sehingga tidak hanya dipenjara 3 bulan, paling sedikit setahun,” tegas Mengga.
Dalam penjelasannya Ketua KPU Husni Kamil Manik menyebutkan, hingga saat ini DKPP telah memberhentikan penyelenggara pemilu di tingkat KPU Kabupaten/Kota, PPK, PPS dan KPPS meliputi, 7 anggota KPU Kabupaten/Kota dan 15 anggota PPK.
Penyelenggaran pemilu yang diberhentikan oleh KPU Propinsi dan Kabupaten/Kota sebanyak 32 orang KPU Kabupaten/Kota, 170 anggota PPK, 171 anggota PPS dan 291 anggota KPPS. Yang mendapat teguran sebanyak 17 anggota KPU Kabupaten/Kota, 102 anggota PPK dan 46 anggota PPS serta 56 anggota KPPS.
Penyelenggaran pemilu yang dijatuhi hukuman penjara sebanyak 5 orang anggota KPU Kabupaten/Kota, seorang anggota PPK, 3 anggota PPS dan 8 anggota KPPS. Namun ada yang direhabilitasi yaitu seorang anggota KPU Propinsi dan 6 anggota KPU Kabupaten. Sedangkan yang dalam proses tindak lanjut adalah 31 anggota KPU Kabupaten, 57 anggota PPK dan 58 anggota PPS. (mp) foto:ry/parle